Tips Menghadapi Wawancara Beasiswa

Beberapa waktu yang lalu saya mendapat pertanyaan baik via email, SMS, dan Instant Messenger dari teman-teman yang lolos seleksi berkas program IELSP. Pertanyaan mereka nyaris sama, apa saja pertanyaan dalam wawancara berikutnya, apa saja yang harus saya siapkan, dan bagaimana saya dulu menjawab pertanyaan kok bisa lolos.

Beberapa orang saya jawab, karena kebetulan saya sedang ‘selo’, lainnya semoga terjawab melalui catatan ini. Sebelum saya jawab, pertama saya ingin mengucapkan SELAMAT! Karena jika anda dipanggil untuk wawancara beasiswa berarti anda termasuk kandidat berkualitas.

Pada dasarnya ada dua jenis interview, bersahabat dan kurang bersahabat bahkan ‘killer’. Wawancara yang bersahabat biasanya menanyakan pertanyaan-pertanyaan langsung berkaitan dengan beasiswa/program. Tujuan dari interview semacam ini lebih pada pemahaman anda tentang program dan kesesuaian pengalaman/pengetahuan anda dengan program mereka. Sementara dalam wawancara yang ‘killer’, juri sebenarnya ingin mengetes bagaimana anda bereaksi terhadap pertanyaan/kondisi yang sulit dan menegangkan. Juri sengaja menciptakan suasana seram dan suram untuk melihat kepribadian anda dalam situasi penuh tekanan. (meskipun beberapa juri memang sudah dari sononya jadi spesialis judes dan angker. Hehehe)

Jika anda ndilalah bertemu dengan juri yang killer, yang perlu diingat dalam persepsi anda adalah bahwa mereka tidak bermaksud menyerang anda secara personal atau menjatuhkan anda dari kompetisi. Sebenarnya mereka sedang mengamati anda, reaksi anda, bahkan keteraturan nafas dan kejelasan jawaban anda dalam menghadapi situasi yang sulit. Anggap saja, mereka bersikap yang sama kepada semua saingan anda.

Jadi bagaimana caranya lolos dari seleksi wawancara?

Ada dua kunci untuk lolos seleksi. Pertama, jangan lupa bahwa juri/pewawancara juga manusia, sebenar-benarnya manusia. Jadi perlakukan mereka selayaknya manusia. Mereka bukan hantu, bukan patung, bukan pula wedhus gembel yang harus ditakuti. Kedua, praktek dan praktek. Saya masih ingat betul apa yang saya lakukan 2 tahun lalu. Sehari sebelum wawancara, saya rela menunggu mbak Rani, kakak angkatan yang terbukti sukses dalam berbagai wawancara beasiswa dan waktu itu masih jadi asdos, sampai sore, sampai kampus sepi. Waktu itu bahkan saya minta dibuatkan contoh pertanyaan sekaligus jawaban (dalam bahasa inggris tentunya). Malamnya, contekan itu kuhapalkan sambil mematut-matut diri di depan cermin, kira-kira sudah cukup meyakinkan atau belum. 😀

Seberapa pun seringnya anda mengikuti tes wawancara, jangan pernah meremehkan persiapan sebelumnya.

Ada baiknya teman-teman menyiapkan diri dengan bekal informasi antara lain tentang: tujuan beasiswa diberikan, kriteria orang-orang yang terpilih, dan latar belakang dari organisasi pemberi beasiswa. Dengan mengetahui informasi tersebut, kita jadi bisa menyesuaikan dengan pengalaman dan harapan kita ikut program tersebut. Misalnya saja, IELSP adalah program belajar bahasa inggris di negara yang berbahasa inggris, sementara saya adalah lulusan program bahasa di SMA, dengan nilai di atas rata-rata, tetapi merasa minder, karenanya tidak cakap, bercas-cis-cus bahasa Inggris. Jadi program ini sangat sesuai dengan kebutuhan saya.

Tahap wawancara dari seleksi apapun sebenarnya bertujuan untuk menunjukkan siapa diri kita sebenarnya. Apakah informasi yang kita berikan di formulir sebelumnya sama dengan kenyataan. Nilai lebih apa yang kita miliki sehingga pantas mendapatkan beasiswa tersebut. Pengalaman hidup seperti apa yang menjadikan kita menjadi seperti sekarang. Kemudian kontribusi apa yang bisa kita berikan nantinya.

Beberapa kualifikasi yang sering menjadi syarat beasiswa antara lain, memiliki kemampuan kepemimpinan yang kuat, mampu berkomunikasi dengan baik, mampu bekerja sama dalam tim, dan problem-solver. Dalam formulir mungkin kita sudah mencantumkan semua pengalaman organisasi yang pernah kita ikuti. Dalam wawancara ini tak perlu disebutkan lagi satu-persatu. Cukup ceritakan satu atau dua saja. Mulailah dengan menceritakan dalam organisasi apa kita terlibat. apa jabatan atau tanggung jawab yang kita miliki. Apa tantangan/problem yang harus kita atasi dan tentunya bagaimana kita menyelesaikannya. Di akhir cerita, jangan lupa untuk selalu menyatakan dalam satu kalimat tentang pelajaran yang kita ambil dari pengalaman itu. misalnya saja, “Dari pengalaman saya menjadi ketua bla bla bla saya belajar bla bla bla… (isi sendiri)”. Semakin tinggi level tanggung jawab yang kita punya, semakin bernilai pengalaman kita. Tapi bukan berarti harus menjadi ketua organisasi. Memiliki sikap kepemimpinan tidak sama dengan menjadi pemimpin.

Ini adalah tentang bagaimana ‘menjual diri’ di hadapan para juri. Meskipun begitu harus diingat bahwa kita bukanlah pusat perhatian, setidaknya belum. Oleh karena itu kita harus menjaga wawancara itu berlangsung secara interaktif dengan tidak hanya fokus pada diri sendiri. Narsis memang bukan tindakan kriminal, tetapi tidak boleh melebihi dosis.

Dalam menjawab pertanyaan, saya ingin menegaskan dua hal, jujur dan menjadi diri sendiri. Tidak perlu berpura-pura menjadi orang yang tepat waktu jika memang memiliki kesulitan mengatur waktu. satu hal yang pasti adalah yakinlah pada diri sendiri. jika meyakinkan diri sendiri saja anda gagal, bagaimana bisa meyakinkan orang lain bahwa anda memang layak.

Tentang Pakaian dan Sikap
Penelitian menunjukkan bahwa dalam pidato/presentasi, audiens lebih mengingat bagaimana penampilan visual dan suaranya terdengar daripada apa isi yang disampaikan. Berikut ini beberapa tips agar penampilan kita terlihat meyakinkan:

1. Berpakaian yang pantas. You are what you wear. Sebagian orang menganggap mengenakan jam di tangan mengindikasikan seseorang menghargai waktu. (saya tidak punya jam tangan bukan berarti saya tidak menghargai waktu lhoo… kan sudah ada HP). Padanan kaos, celana jeans, dan sepatu kets berarti kasual dan cenderung tidak formal. Sementara kemeja, celana bahan, sepatu hitam dianggap formal dan penting. Rambut acak-acakan dan aroma penguk itu jelas tanda mahasiswa jarang mandi. hahaha

2. Duduklah yang tegak dan proporsional. Selama wawancara jangan membungkuk (kecuali memang kamu punya masalah dengan tulang belakang). Duduk dengan punggung tegak memberi kesan percaya diri, kuat, dan cerdas

3. Bicaralah dalam nada dan intonasi suara yang positif. Tak perlu berorasi seperti orang demonstrasi atau ngotot seperti dalam debat politisi. Kalau perlu gunakan kalimat positif, kata kerja positif.
Tetapi juga jangan monoton seperti pembaca berita TVRI

4. Bicaralah dengan tempo natural. Anggap saja sedang mengobrol dengan pacar di suatu senja di pinggir pantai. Santaaai kayak di pantai. Jamaknya orang, semakin nervous semakin cepat bicaranya.

5. Gunakan gesture (gerak tubuh) sewajarnya. Tangan dan muka sangat membantu untuk mengekpresikan emosi. Tapi jangan sampai tangan bergerak mendahului perkataan. Cobalah anda lihat video-video ketika SBY pidato lalu perhatikan apa yang terjadi dengan tangannya. Itu! (Mario Teguh mode hehehe)

6. Buatlah kontak mata dengan juri. Sebaiknya kontak mata dilakukan di awal percakapan. Ada yang mengatakan mata adalah jendela jiwa. Jadi kontak mata ibarat mengetuk pintu/jendela, meminta ijin untuk masuk ke dalam rumah dan mengenal lebih jauh jiwa pemiliknya. Kontak mata memberi kesan antuasiasme, kenyamanan diri, dan kejujuran.

7. Last but not least, Keep Smile. Tidak ada yang lebih menegangkan dari percakapan dengan seseorang yang tidak pernah tersenyum.

Selamat wawancara dan sukses_selalu semoga menyertaimu

Aku Bermimpi, Aku Meyakini, Aku Mengalami

Semua berawal dari mimpi. Dari mimpi kemudian muncul dorongan untuk mewujudkannya menjadi kenyataan. Siapa yang mengira manusia bisa pergi ke bulan, sesuatu yang dulu hanya bisa terjadi di dunia fiksi. Sejak kecil manusia sudah bisa bermimpi. Masa kanak-kanak merupakan masa yang penuh daya imajinasi. Sayangnya, hanya sedikit orang yang mau memperjuangkan mimpinya hingga menjadi kenyataan. Orang akan begitu saja mengabaikan mimpi-mimpi masa kecilnya begitu dia beranjak dewasa. Orang dewasa mulai takut bahwa mimpinya tak akan menjadi nyata setelah melihat kenyataan di sekitarnya. Padahal justru itulah ujian bagi terwujudnya impian. Apakah kita berani memimpikan sesuatu yang kelihatannya mustahil terjadi? Maukah kita meyakini bahwa mimpi kita akan terwujud suatu saat nanti? Lewat tulisan ini saya ingin berbagi cerita agar kita lebih berani bermimpi.

Saya masih ingat betul kejadian saat saya masih tercatat sebagai siswa SMA kelas I. Pagi itu pengurus OSIS membagikan majalah sekolah Graffiti. Sambil duduk saya membuka halaman demi halaman yang tersaji. Saat itu saya tertarik membaca rubrik profil yang memuat kisah alumni yang berhasil kuliah di UGM dan saat itu mendapat beasiswa S3 di Swedia. Kisah itu dilengkapi dengan foto beliau dengan istrinya di depan taman yg penuh bunga. Sungguh cerita yang membuat saya iri. Dalam hati saya bertekad bahwa suatu hari nanti saya akan pergi ke luar negeri di manapun itu tapi dengan syarat tanpa keluar biaya sendiri alias gratis.

Enam tahun berikutnya tepatnya tahun 2009 ini saya berhasil mewujudkan impian itu. mimpi yang hampir saja terkubur oleh padatnya kuliah dan persiapan tugas akhir sebagai mahasiswa. Bersama 19 mahasiswa dari perguruan tinggi di Indonesia lainnya, Saya mendapat beasiswa Indonesian English Language Study Program (IELSP) yang didanai oleh Department Dalam Negeri Amerika Serikat. Selama 8 minggu terhitung sejak 4 April hingga 30 Mei 2009 saya mengikuti kursus English for Academic Purpose secara intensif di Ohio University.

Saya mendapatkan informasi beasiswa tersebut melalui milis mahasiswa SP2MP UGM. Seorang teman yang juga alumni program ini memberitahukan adanya seleksi program tersebut. Secara umum ada dua tahap seleksi untuk bisa mendapatkan beasiswa tersebut yaitu seleksi berkas dan wawancara. Mulai dari batas akhir penerimaan berkas sampai pengumuman final penerima beasiswa kira-kira memakan waktu 3 bulan.

Beasiswa ini terbuka untuk mereka yang berumur 19 – 24 tahun dan masih aktif sebagai mahasiswa S1 minimal tahun ketiga (semester 5 keatas) di perguruan tinggi mana pun di Indonesia dari berbagai jurusan. Pendaftar harus memiliki kemampuan Bahasa Inggris yang baik dengan skor TOEFL minimal 470 baik International TOEFL® atau TOEFL® ITP (bukan Prediction Test),  memiliki prestasi akademik yang baik, aktif dalam berbagai kegiatan atau organisasi, memiliki komitmen penuh untuk segera kembali ke tanah air, tidak memiliki pengalaman belajar di Amerika Serikat atau Negara lain selain Indonesia (banyak pendaftar yang tidak lolos karena alasan ini), memiliki sifat aktif, mandiri, bertanggung jawab, percaya diri dan berpikiran luas. Selain itu peserta terpilih juga harus bersedia untuk meninggalkan kuliah di tanah air selama 8 minggu karena akan mengikuti kursus intensif di Amerika Serikat selama waktu tersebut.

Sebelum keberangkatan saya dan rombongan mendapatkan penjelasan lebih rinci mengenai beasiswa ini serta materi komunikasi antarbudaya supaya tidak terjadi shock culture. IELSP sendiri merupakan beasiswa penuh meliputi biaya kuliah, asrama, makan, buku yang dibutuhkan serta uang saku per bulan. Praktis, kami hanya membawa pakaian secukupnya, peralatan pribadi dan tak lupa cindera mata untuk calon teman-teman kami di sana.

Kegiatan sehari-hari saya di sana adalah kuliah seperti biasa. Dari jam 8 pagi hingga jam 2 siang kuliah di kelas. Saya memiliki 3 kelas dalam sehari, Advanced Reading Class, Listening and Note Taking dan kelas Combine Skill 2b sebagai core class. Combine Skill Class merupakan kelas dengan level advance yang menggabungkan kemampuan reading dan academic writing. Materi yang diajarkan di kelas CS antara lain composition, speed reading, dan note taking. Selain itu juga diajari bagaimana menggunakan fasilitas perpustakaan, mengakses buku maupun jurnal elektronik, melakukan pengutipan yang semua itu bermuara pada tugas final menyusun dan mempresentasikan sebuah makalah ilmiah (research paper). Masing-masing kelas hanya terdiri dari 10-15 mahasiswa, jadi interaksi dengan dosen lebih intensif.

Selepas kuliah di kelas, saya sering menghabiskan waktu di perpustakaan. Bukan karena pura-pura rajin, tapi karena memang tiap hari selalu ada tugas kuliah yang harus dikirim via email pada hari itu juga. Di samping karena fasilitas internet sebagian besar tersedia di Alden library.

Sekedar informasi saja, Alden adalah perpustakaan yang memiliki 7 lantai dengan ribuan koleksi referensi mulai dari buku, jurnal ilmiah, majalah, microfilm, musik bahkan ribuan film dari berbagai Negara, termasuk Indonesia. selain itu, mahasiswa juga bisa mengerjakan tugas dengan meminjam laptop sambil makan di café yang juga ada di dalam perpustakaan. Poin paling penting yang membuat saya betah berlama-lama di perpustakaan adalah ratusan komputer terkoneksi internet yang siap dipakai selama 24 jam. Dengan begitu saya dapat mengakses referensi dengan mudah.

Selain belajar bahasa secara klasikal, saya juga belajar tentang kebudayaan Amerika secara langsung melalui interaksi sehari-hari. Saya tinggal di asrama Treudley bersama dengan mahasiswa Ohio University. Gedung ini terdiri dari 4 lantai yang dihuni mahasiswa S1 baik laki maupun perempuan. Tiap kamar dihuni oleh maksimal 2 orang. Saya sekamar dengan mahasiswa jurusan penerbangan, Zach Hulsmeyer namanya.

Tentu kita sudah pernah dengar tentang pergaulan bebas antarremaja di Amerika. Ya memang begitulah kenyataannya. Bukan hal yang aneh lagi jika ada teman perempuan menginap di kamar laki-laki, begitu pula sebaliknya. Pernah satu hari pacar Zach datang dan menginap di kamar. Mereka tidur seranjang, meskipun aku tahu mereka hanya berbincang-bincang saja. Tapi karena saya tidak biasa dan risih, saya lalu keluar kamar dengan alasan hendak belajar di ruang bawah.  Akhirnya malam itu saya tidur di ruang belajar sendirian.

Di hari yang lain Dustin dan Nick, dua teman Amerika, pernah mengajak saya bermain “Beer Pong”, permainan lempar bola ping pong ke dalam gelas berisi bir. Saya katakan bahwa sebagai muslim saya dilarang minum bir. Mereka pun menghargai sikap saya, bahkan Dustin bersedia meminum beberapa gelas bir yang seharusnya  menjadi hukuman saya. It was really nice cultural understanding.

Berhubung lembaga Ohio Program of Intensive English memiliki banyak mahasiswa international dari berbagai Negara, saya juga belajar tentang bahasa dan budaya mereka. Berteman dengan mahasiswa dari Amerika, Cina, Turki dan Jepang telah memperluas wawasan saya tentang pluralisme, bahwa perbedaan adalah sebuah keniscayaan. Sesuatu yang pasti ada di mana-mana dan tak terelakkan. Saya jadi sedih jika mengingat pertikaian antara saudara sebangsa kita hanya gara-gara berbeda keyakinan.

Sebagai duta bangsa Indonesia, kami juga mengenalkan kebudayaan Indonesia baik kepada civitas akademika maupun komunitas Athens di lingkungan kampus. Bersama keluarga Persatuan Mahasiswa Indonesia di AS (PERMIAS) kami berpartisipasi dalam kegiatan seni dan budaya seperti misalnya fashion show baju adat, pentas Angklung dan menari Saman di acara International Street fair.

Melalui program ini, saya mengalami banyak perubahan. Tidak saja dalam hal perilaku, tapi juga persepsi saya tentang belajar di luar negeri.  Sebelum saya berangkat, saya termasuk orang yang ngebet ingin melanjutkan S2 di luar negeri, di manapun itu. Tapi sekarang, saya sadar bahwa kuliah di luar negeri tidak seindah dan semudah yang saya bayangkan. Saya harus benar-benar siap lahir batin, fisik maupun mental apalagi dana. Contoh kecil saja tentang cuaca. Kebetulan saya kemarin beruntung mengalami hujan salju di musim semi, satu-dua hari saya masih euphoria berfoto ria di bawah salju. Tapi setelah itu, tubuh jadi gatal-gatal karena kedinginan. Kalau sudah begitu, perasaan rindu pada hangatnya mentari Indonesia semakin menggebu.

Sebenarnya banyak sekali pengalaman menarik selama di sana. Mungkin saya sebutkan beberapa saja. Misalnya tentang kebiasaan mahasiswa Amerika. Boleh dikata mereka selalu total dalam tiap aktivitas mereka. Selama 5 hari kuliah, mereka begitu rajin. Jalanan ramai oleh mahasiswa yang lalu lalang menuju kelas sambil menenteng buku dan gelas minuman. Perpustakaan juga selalu penuh. Tapi begitu tiba jumat malam, kampus mendadak sepi. Mereka biasanya berbondong-bondong ke pesta. Simply to say, study hard, party hard.

Pengalaman menarik lainnya adalah menjelajahi dan mencoba tiap fasilitas yang disediakan kampus secara gratis. Misalnya kolam renang, fitnes, yoga, basket, billiard dan tak ketinggalan pula nonton bioskop tiap akhir pekan. Semua fasilitas itu bisa dinikmati hanya dengan menggesek kartu mahasiswa kita. Kartu Mahasiswa adalah nyawa kita di sana.

Boleh dikata, program tersebut sangat sempurna, setidaknya bagi saya. Mungkin ini penilaian subyektif karena faktor lokasi dan waktu. Saya mendapatkan pengalaman yang menjadi impian bagi siapapun yang ingin belajar di luar negeri. Mulai dari hujan salju, warna warni bunga yang bermekaran di musim semi, terutama bunga sakura, hingga merasakan hangatnya berjemur di bawah matahari.

Akhir kata, banyak manfaat yang bisa diambil dari beasiswa ini. Selain membantu mahasiswa Indonesia yang memiliki kendala biaya untuk bisa belajar di luar negeri, program pertukaran mahasiswa juga melatih generasi muda untuk terbuka dan berpikir secara global. Jika Walt Disney berujar,”If you can dream, you can do it”, maka saya pun berkata, “Aku bermimpi, aku meyakini, aku mengalami.”

Yogyakarta, 26 Oktober 2009

Beasiswa Kursus di Amerika INDONESIA ENGLISH LANGUAGE STUDY PROGRAM (IELSP)

Dear All,
berikut ini adalah informasi beasiswa yang sangat sayang jika dilewatkan. melalui program ini saya berhasil mewujudkan satu impian besar dalam hidup, studi keluar negeri tanpa biaya.
Terdengar seperti mimpi??
Ya, bukankah semua memang berawal dari mimpi?!
Apakah mimpi itu akan tetap jadi mimpi atau mewujud dalam kehidupan diri, hanya kita yang mampu menjawab.
Selamat berkompetisi !

PS alias Pesan Sponsor:
tolong info ini disampaikan kepada orang-orang di sekitar Anda.
Program ini terlaksana berkat kerjasama IIE dan IIEF yang didanai oleh U.S. Department of State.
We love all American Tax Payer (Lidia mode is ON)
ups salah ! untuk cohort 7 kali ini fundingnya U.S. Embassy. Enam Cohort sebelumnya memang US Dept. of State.

Aku Bermimpi, Aku Meyakini, Aku Mengalami
Maulin Ni’am
Grantee of IELSP Batch VI Ohio University
====================================

INDONESIA ENGLISH LANGUAGE STUDY PROGRAM (IELSP)
“Frequently Asked Questions”

1. Apakah IELSP itu?

Indonesia English Language Study Program adalah program beasiswa yang menawarkan kesempatan untuk mengikuti kursus Bahasa Inggris di universitas-universitas di Amerika Serikat selama 8 (delapan) minggu.

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan Bahasa Inggris peserta, khususnya dalam English for Academic Purposes. Selain itu, peserta akan memiliki kesempatan untuk mempelajari secara langsung kebudayaan dan masyarakat Amerika Serikat karena peserta akan mengikuti program immersion dalam kelas internasional dimana mereka akan bergabung dengan peserta lain dari berbagai bangsa dan negara. Dalam program ini, peserta tidak hanya akan belajar Bahasa Inggris, namun juga akan mengikuti berbagai program kultural yang akan memberikan pengalaman yang sangat berharga.

2. Siapa yang berhak mendaftar?

IELSP terbuka untuk mereka yang berumur 19 – 24 tahun dan masih aktif sebagai mahasiswa S1 minimal tahun ketiga (semester 5 keatas) di perguruan tinggi mana pun di Indonesia dari berbagai jurusan. Pendaftar juga harus memiliki kemampuan Bahasa Inggris yang baik yang ditunjukkan dengan nilai TOEFL® baik International TOEFL® atau TOEFL® ITP minimal 450. Peserta terpilih juga harus bersedia untuk meninggalkan kuliah di tanah air selama 8 minggu karena akan mengikuti kursus intensif di Amerika Serikat selama waktu tersebut.

3. Apa saja persyaratannya?

– berumur 19 – 24 tahun, dan
– aktif sebagai mahasiswa S1 minimal tahun ketiga (semester 5 keatas) di perguruan tinggi manapun di seluruh Indonesia (BELUM DINYATAKAN LULUS/MENEMPUH SIDANG KELULUSAN)
– memiliki kemampuan Bahasa Inggris yang baik yang ditunjukkan dengan nilai TOEFL® baik International TOEFL® atau TOEFL® ITP minimal 450 (bukan Prediction Test)
– memiliki prestasi akademik yang baik
– aktif dalam berbagai kegiatan atau organisasi
– memiliki komitmen penuh untuk segera kembali ke tanah air segera setelah program ini selesai
– tidak memiliki pengalaman belajar di Amerika Serikat atau negara lain selain Indonesia
– memiliki sifat-sifat: aktif, mandiri, bertanggung jawab, percaya diri dan berpikiran luas.
– Menguasai komputer

4. Bagaimana cara mendaftar?

Untuk mendaftar, dapat mengambil formulir di kantor Indonesian International Education Foundation (IIEF), Menara Imperium Lt. 28 Suite B, Jl. HR Rasuna Said Kav 1, Jakarta 12980. Formulir juga dapat di-download dari website IIEF di http://www.iief.or.id. Formulir boleh di fotokopi.

5. Dokumen apa saja yang harus disertakan dalam formulir pendaftaran?

Pendaftar harus melampirkan dokumen-dokumen berikut dalam formulir pendaftaran yang telah dilengkapi:

– 1 (satu) buah pasfoto berwarna ukuran 4×6
– 1 (satu) buah fotokopi Kartu Identitas (KTP)
– 1 (satu) buah surat keterangan resmi dari universitas bahwa yang bersangkutan masih aktif terdaftar di universitas tersebut
– transkrip nilai dari semester 1
– 1 (satu) buah fotokopi Ijazah SMA (tidak perlu diterjemahkan)
– 1 (satu) buah fotokopi Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) SMA (tidak perlu diterjemahkan)
– 1 (satu) buah Surat Referensi dari dosen di universitas – menggunakan form khusus yang terlampir dalam Formulir Pendaftaran. Form Referensi yang telah dilengkapi harap dimasukkan kedalam amplop tertutup dan disertakan bersama Formulir Pendaftaran yang telah dilengkapi. Surat Referensi dari Dosen Matakuliah Bahasa Inggris lebih baik.
– 1 (satu) buah fotokopi nilai TOEFL® (International TOEFL® atau TOEFL® ITP)

6. Formulir ditujukan ke mana?

Formulir yang telah dilengkapi dan disertai oleh dokumen persyaratan dialamatkan ke:

IELSP
Indonesian International Education Foundation (IIEF)
Menara Imperium Lt. 28 Suite B
Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 1 Kuningan Jakarta 12980

(harap menuliskan IELSP di sudut kiri atas amplop)

7. Kapan batas waktu pendaftaran?

Untuk Gelombang VII, formulir yang telah dilengkapi dan disertai oleh dokumen persyaratan harus diterima oleh IIEF paling lambat tanggal 12 November 2009.

8. Apakah saya harus sudah memiliki paspor dan visa Amerika Serikat sebelum mendaftar?

Seseorang tidak perlu sudah memiliki paspor dan visa Amerika Serikat untuk bisa mendaftar. Jika terpilih, peserta akan diberikan waktu untuk mengurus paspor. Visa Amerika Serikat akan diurus oleh IIEF sebelum keberangkatan. Perhatian: Penerima beasiswa dijadualkan untuk berangkat ke Amerika Serikat pada bulan Mei/Juni 2010. (catatan: keputusan hasil seleksi tidak dapat diganggu gugat)

9. Apakah ada biaya tertentu yang harus saya bayar dalam program beasiswa ini?

Program ini merupakan beasiswa penuh, dan peserta tidak dipungut biaya apapun. Penerima beasiswa akan ditanggung seluruh biaya kecuali biaya pembuatan paspor.

10. Kemana saya harus bertanya untuk mendapatkan informasi?

Untuk informasi dapat menghubungi:

Indonesian International Education Foundation (IIEF)

Menara Imperium Lt. 28 Suite B

Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 1 Kuningan Jakarta 12980

Telp: 021 – 831 7330,Fax: 021 – 831 7331 (pada jam kerja)

Email: scholarship@iief.or.id

ini link formulirnya. http://www.iie.org/Source/IELSP_Application_Form_Cohort_7.pdf