Universe is created with love
Universe is maintained by love
The whole universe is transforming love
(Chaiser Ali, ahli darah dan kanker anak dari Kanada. Disampaikan pada jamaah Maiyah Yogyakarta bulan agustus lalu)
Seorang mistikus perempuan, Rabiah Al-adawiyah, suatu ketika pernah membocorkan rahasia semesta. Menurutnya ada 3 rahasia besar tentang semesta yang selalu menjadi perdebatan manusia. Pertama adalah rahasia tentang awal/permulaan. Misteri tentang apa dan bagaimana semesta bermula. Apakah semesta bermula dari dentuman mahadahsyat yang memadatkan kabut pekat menjadi planet-planet atau mewujud seketika hanya dengan satu kata sakti “jadilah”. Kedua adalah misteri tentang akhir, yaitu ujung dari segala keriuhan semesta. Untuk apa segala perang, perebutan kuasa, dan segala bentuk penindasan yang terjadi di atas bumi ini. Apakah manusia adalah makhluk melata yang tiba-tiba ada dan menghilang begitu saja. Adakah semua ini hanya sia-sia belaka, atau kita sedang menuju pada sesuatu.
Namun misteri yang paling menarik adalah yang ketiga. Karena misteri ini berada di antara kedua misteri lainnya, yang menghubungkan antara awal dan akhir. Misteri itu adalah yang sering disebut orang dengan nama Cinta. Tak pernah ada yang sepakat dengan rasa apa yang sebenarnya diwakili oleh kata cinta. Pun jutaan kata tak kan sanggup melukiskan dengan sempurna sebuah rasa, cinta. Ia adalah apa yang tak terlihat oleh mata, tak terdengar oleh telinga, tak terjangkau oleh logika. Tapi banyak orang meyakini keberadaannya. Ah seperti tuhan saja. Atau jangan-jangan Cinta itulah tuhan yang selama ini kita cari-cari?
Universe is created by love. Alam semesta tercipta karena adanya cinta. Kita lahir sebagai buah cinta dari kedua orang tua. Biji-bijian tumbuh menjadi pepohonan adalah hasil perkawinan tepung sari dan putik yang menghasilkan buah. Di dalam buah terdapat biji, cikal bakal tumbuhan baru. Lebih jauh lagi, pandangan spiritualisme Islam mempercayai bahwa alasan Allah mencipta alam semesta adalah karena adanya Muhammad, kekasih-Nya. Dalam sebuah hadis qudsi Allah bersabda,
“Laulaka, wa laulaka (Ya Muhammad, ma Kholaqtul Alam-kullaha”
yang artinya “Kalau bukan karena engkau, (ya Muhammad) tidak akan kuciptakan alam semesta, seluruhnya.”
Dalam redaksi lain yang lebih masyhur, Laulaka, laulaka, ma kholaqtul aflak, dengan arti kurang lebih sama.
Universe is maintaned by love. Untuk menjelaskan ini saya mengawali dengan proposisi bahwa dalam cinta ada daya tarik-menarik. Kita cenderung mendekati objek yang kita cintai. Dalam istilah yang ilmiah disebut chemistry. Sel sperma berenang menuju ovum karena adanya chemistry. Sepasang muda mudi betah berlama-lama duduk berdua, entah diam seribu bahasa atau ngobrol tak tentu tentu arah, karena adanyanya chemistry.
Tetapi cinta yang sejati, tidak selalu berarti bersanding diri. Adakalanya cinta butuh keberanian untuk menahan diri. Mencukupkan diri hanya dengan memandangnya dari tempat kita berdiri. Sengaja membuat jarak demi menjaga eksistensi cinta kita sendiri. Alam semesta bekerja dalam sistem cinta. Tata surya menjaga keteraturannya dalam kadar gravitasi yang pas. Dalam pelajaran fisika kita diajari tentang gravitasi bulan, matahari, bumi, dan benda-benda angkasa lainnya. Tahukah kalian bahwa bumi dan matahari saling mencintai? Matahari setia menghangatkan bumi, menumbuhkan rerumputan, mengirimkan energi yang menghidupi segala kehidupan di bumi. Tetapi keduanya saling menahan diri untuk tidak saling mendekati. Mereka merasa cukup dengan berbagi cinta dari kejauhan saja. Padahal mereka memiliki chemistry, mereka saling tertarik. Bayangkan jika matahari berhasrat memberikan seluruh cintanya, potensi panasnya dan bernafsu mendekati bumi?
All Universe is transformed by love. Cinta dan kasih sayang memiliki kekuatan mengubah yang mahadahsyat. Demi cinta orang bersedia melakukan hal-hal di luar nalarnya. Bahkan air saja berubah menjadi lebih berkualitas ketika mendengar kata-kata penuh cinta. Seorang istri lebih kuat menahan sakitnya melahirkan ketika ada suami tercinta di sisi. Sel syaraf lebih aktif ketika mendapat stimuli cinta. Dalam cinta, semua entitas bertransformasi menuju kebaikan. Tapi mengapa dalam peradaban manusia masih saja ada peperangan. Menebar kebencian, mengobarkan permusuhan atas nama golongan. Ah…! Manusia memang makhluk yang tak henti (harus) belajar mencintai.
Ada yang bilang cinta itu energi. Ia tak dapat diindra tapi bisa dirasa. Ia dikenali keberadaannya dari apa yang ditimbulkannya. Seperti aliran listrik yang membuat kawat berpijar cahaya, atau panas pada setrika. Ia seperti angin yang tak terlihat tapi terasa hembusannya. Kadang sejuk mendamaikan, kadang panas menggerahkan.
Seperti layaknya energi, cinta memiliki hukum kekekalannya. Hukum pertama, cinta tak dapat diciptakan juga tak dapat dimusnahkan. Cinta datang tiba-tiba dari arah yang tidak kita sangka. Kita tak tahu kapan dan kepada siapa kita (jatuh) cinta. Siapa yang menyangka jika ternyata jodoh kita adalah orang yang dulunya kita benci karena usilnya setengah mati atau orang yang selama ini setia mendengar kita ketika patah hati berkali-kali. Siapa tahu pasangan kita adalah orang yang tak sengaja kita temui di kereta.
Cinta tak dapat dimusnahkan. Orang yang pernah patah hati pasti pernah mengalami kondisi di mana dia susah sekali melupakan mantan. Tak peduli apakah putusnya hubungan karena murni ketidakcocokan atau kenyataan bahwa salah satu pasangan ternyata seorang bajingan. Tak peduli putus baik-baik atau dengan pertengkaran. Usaha apapun kita lakukan untuk melupakan mantan, mulai dari ganti nomer hape, menghapus semua barang pemberian atau foto waktu pacaran, menghibur diri dengan jalan-jalan, menyibukkan diri dengan kegiatan, bahkan berkali-kali ganti pasangan.
Hukum kedua adalah cinta hanya berubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Relasi antara 2 orang memiliki bentuk dan level keintiman yang beragam. Ada yang sekedar teman, teman tapi mesra, pacar, pura-pura jadi pacar, selingkuhan, saingan, atau sahabat dan masih banyak lagi status hubungan lainnya, mengingat kemampuan teknologi komunikasi yang memfasilitasi berlangsungnya interaksi. Jadi ketika seseorang sudah terlibat dalam relasi emosi dengan orang lainnya, maka emosi itu akan tetap ada. Hanya bentuknya saja yang beda. Dulunya teman sekarang jadi pacar. Beli panci merah warnanya, dulu benci sekarang cinta.
Hukum ketiga, cinta bersifat konstan. Cinta yang masuk sama dengan cinta yang keluar. Artinya bahwa dalam diri kita selalu ada cinta, dan jumlahnya tetap. Hukum ini relevan untuk menjawab mengapa kita susah melupakan mantan. Jawabannya simpel, karena kita belum dapat penggantinya. Selama belum ada orang atau objek yang menurut kita lebih baik atau minimal sepadan dengan mantan, maka kita tidak akan bisa melupakannya. Berganti-ganti pasangan tidak selalu menjadi solusi melupakan mantan. Bisa jadi itu pelarian, bisa jadi itu manas-manasi mantan agar ngajak balikan.
Hukum keempat, cinta mengalami aksi dan reaksi untuk mencapai keseimbangan. Manusia berhak untuk mencintai dan merasa dicintai. Keduanya diperlukan untuk menjaga kesehatan jiwa. Bahwa bercinta itu olahraga yang menyehatkan badan, saya kira semua orang juga tahu. Mencintai, baik secara esensi maupun eksistensi, mensyaratkan adanya interaksi. Inter-aksi bisa dimaknai sebagai saling melakukan aksi. Satu pihak melakukan aksi yang diikuti re-aksi dari pihak lainnya. Dalam berinteraksi seringkali didahului adanya ekspektasi. Ekspektasi adalah kondisi yang dibayangkan, atau lebih disukai jika, nanti terjadi. Ekspektasi (gambaran mental dalam pikiran) ini yang menggerakkan tubuh kita melakukan aksi.
Sayangnya tidak semua ekspektasi kita benar-benar terjadi. Karena orang lain juga memiliki ekspektasinya sendiri. Jika ekspektasi kita dan ekspektasi orang lain itu sama, maka relasi kita menjadi seimbang. Jika tidak, mau tak mau harus kompromi. Bagaimanapun, Cinta dalam eksistensi adalah kompromi tiada henti.