Mencari Bahagia. | @31HariMenulis

Barang siapa mencari, pasti akan menemukan. Tapi sebelum kau temukan yg kau cari, jangan buru2 kau buang apa yg sudah kau temukan.
Kau boleh, bahkan harus, menggunakan segala daya upaya, nalar dan nalurimu untuk menemukan apa yg km cari.
Tapi ingat, seringkali itu semua tak cukup mengantarmu pada apa yg selama ini jiwamu cari, yaitu yg sejati.
Seringkali penghalang antara kamu dgn yg kamu cari adalah dirimu sendiri. Batasnya setipis kulit ari.
Ibaratnya banyak org bilang “Aku ingin bahagia”. Hal pertama yg harus dilakukan adl menghilangkan “aku” dlm proses pencarian bahagia.
Abaikan segala ‘keakuan’ dlm prosesmu. Termasuk perasaan ‘aku mampu,’ ‘harus aku’ ‘ini usahaku’.
Stlh “aku” berhasil dihilangkan, tinggallah “ingin bahagia” maka buang kata “ingin” dlm proses pencarianmu.
Budha mengajarkan bhw hasrat/keinginan adl akar dari segala penderitaan. Banyak orang menderita krn menginginkan bahagia.
Maka jika kau berhasrat mencari segala sesuatu, jangan sampai diri/egomu dan hasrat itu menghalangimu dari apa yg kau cari itu.

Sengkuni Ketiga: Pesimis | @31HariMenulis

Semburat jingga membuat senja terlihat begitu cantiknya. Dua orang masih berada di ruang kerja di lantai lima sebuah perguruan tinggi. Satunya sekretaris jurusan, satunya hanya tenaga magang. Mungkin karena waktu itu jam kantor sudah usai, mereka bisa ngobrol dengan cair.

“Betah kerja di sini?”

“Ya lumayan. Dibetah-betahin Mas”

“Kok gitu?”

“Ya gimana ya? kalau dari sisi kerjaan, saya merasa cocok. tapi kalau dari orangnya, dari sistemnya agak kurang sreg. Tapi bisa maklum kok, di mana-mana pasti ada intrik.”

“Maksudmu?”

“Maksud saya, selama saya magang di sini saya melihat sebenarnya individu-individu di jurusan ini adalah orang hebat. Namun sayangnya mereka hebat untuk diri mereka sendiri. Selain itu tak ada budaya mengapresiasi. Itu yang membuat banyak orang merasa harus berjuang sendiri, menjadi hebat sendiri, dan tidak memiliki keinginan untuk berkontribusi pada institusi ini.

Saya membayangkan seandainya mereka mau bersinergi pasti perusahaan ini akan makin maju. Saya jadi berandai-andai jika saya nanti bisa bekerja di sini, saya ingin mengubah itu. mengajak semua pihak yang terlibat untuk bersama-sama membangun jurusan sebagai sebuah lembaga yang terhormat dan pantas dibanggakan. Saya ingin membuat jurusan kita ini bukan sekadar tempat mereka bekerja dan mendapatkan uang, tetapi juga tempat mereka berkreasi dan beraktualisasi. Memang tak akan mudah, tapi bukan tak mungkin diwujudkan.”

“Begitu ya?! Saya bisa memahami impianmu itu. Dulu waktu saya pertama kali masuk sini juga punya banyak impian seperti kamu. Segala usaha dan inisiatif untuk perbaikan sudah pernah aku jalankan. Tetapi waktu terus berjalan dan aku baru sadar, aku tak kuasa melawan sistem dan dosa warisan yang sudah terlanjur berurat mengakar.”

Sorot mata tenaga magang itu pun perlahan surut. Semangat mudanya untuk berkontribusi dan membuat calon tempat kerjanya menjadi perusahaan yang nyaman bagi pekerjanya sedikit meredup. Ia tak lagi antuasias. Satu persatu Ia mulai melihat realitas dan menerima kemungkinan bahwa perusahaan ini bukanlah tempat yang benar-benar ia impikan. Ia menghadapi Sengkuni dalam bentuk yang ketiga, PESIMIS.

Pesimis atau defeatist adalah suatu keyakinan, sikap, dan perilaku yang selalu menerima kekalahan, bahkan sangat yakin pasti kalah, pasti salah. Terkadang orang beralasan, “aku bukannya pesimis, tapi aku harus realistis.” Kalimat itu seringkali menjadi apologi seorang untuk tidak berusaha lebih giat. memang lebih mudah untuk tidak mencoba sesuatu yang baru. Kita tidak perlu bersusah payah belajar lebih rajin, menghafal lebih banyak, bekerja lebih giat.

Seringkali pesimis tidak muncul begitu saja. perasaan insecure (merasa tidak aman) dan low self-esteem (rendah diri) seringkali menjadi katalisator bagi tumbuhnya virus-virus pecundang dalam jiwa. Sengkuni seringkali membisikkan kalimat-kalimat seperti, “ini terlalu susah untukmu,” atau “emang kamu bisa? jangan coba-coba deh!” Pada kesempatan lain pesimis juga datang dengan menyusupkan rasa sombong di hati kita. Misalnya ketika kita diajari oleh orang yang lebih muda. Intinya, Sengkuni melalui rasa pesimis ini akan meyakinkan kita bahwa masalahnya terletak pada diri kita. Bahwa semua saran-saran motibasi motivasi mungkin berlaku untuk banyak orang, tetapi tidak mempan untuk kita karena kita anomali.

Penawar dari racun pesimisme ini adalah dengan menumbuhkan kepercayaan pada diri sendiri. Pasti ada yang bertanya bagaimana cara meningkatkan rasa percaya diri, sementara tak ada yang bisa dibanggakan dari diri ini? Jawabnya, banyak-banyaklah bersyukur. Syukuri segala yang sudah kita alami.

Kita adalah bibit unggul. kita terlahir untuk sukses. Kita adalah satu sel dari ribuan hingga jutaan sel sperma yang berhasil membuahi sel telur. Selama 9 bulan 10 hari kita kuat bertahan dalam kegelapan perut ibu. Kita masih tetap bertahan hidup hingga sekarang, sementara tidak sedikit bayi-bayi, anak-anak lain yang meninggal karena penyakit, karena kurang gizi, atau apapun saja. Belum lagi bonus-bonus keberhasilan seperti menjadi juara kelas. Setiap kita adalah juara dari tantangan hidup yang berbeda-beda. Maka nikmat dari Tuhan mana lagi yang kamu dustakan?!

Kita adalah juara kehidupan dan kita harus percaya bahwa kita juara. Setelah kita mencoba mengajak hati kita bicara, cobalah untuk mulai percaya pada apa yang dikatakannya. Hati adalah simbol rumah Tuhan dalam dirimu. Dari sanalah Tuhan membisikkan suara, petunjuk, ide, atau ilham-Nya padamu. Jika pada hatimu sendiri kamu tak mau percaya, kepada siapa lagi kau akan percaya?!

Sengkuni 1: Ratu Sinis a.k.a Miss Nyinyir | @31HariMenulis

Beberapa hari yang lalu saya memposting tulisan Menemui Sengkuni dalam Diri. Sengkuni dalam diri yang saya maksud adalah tukang bisik dalam pikiran dan hati kita sendiri yang selalu menghalangi kita meraih impian, menjadi pribadi yang lebih disiplin agar sukses, atau sekadar menemukan diri yang sejati. Poin yang terakhir sebenarnya tidak bisa dikatakan ‘sekadar’ karena justru proses menemukan Diri yang Sejati inilah tema universal perjalanan tiap manusia. Karena setelah menemukan Diri yang Sejati, niscaya segala sesuatu yang berhubungan dengan karir, kesuksesan, impian, kebahagiaan akan lebih jelas alurnya.

Namun berhubung waktu itu saya dikejar-kejar kapak Bang Wiro yang melayang-layang di atas kepala, tulisan tersebut jadi kurang utuh. Setidaknya ada lima wajah Sengkuni sehingga bisa kita sebut dia Pancamuka. Nah berhubung Sengkuni dalam diri itu bisa berganti—ganti wajah maka saya mungkin akan menjelaskan secara berseri. Berikut ini penjelasan lebih lanjut tentang siapa dan bagaimana Sengkuni melancarkan aksi.

Wajah Sengkuni yang pertama yaitu Ratu Sinis atau Miss Nyinyir. Miss Nyinyir ini bertugas untuk mencari cela, cacat, kekurangan, atau keburukan dari segala sesuatu. Dia bisa melihat apa yang orang lain tidak lihat. Karena tidak ada sesuatupun di dunia ini yang sempurna, kecuali Tuhan tentu saja, maka sangatlah mudah bagi sisi nyinyir dalam diri ini untuk nyacat. Sekali menemukan cacat, Miss Nyinyir akan langsung membesar-besarkannya sampai menutupi dimensi-dimensi lain dari segala sesuatu. Biasanya semakin cerdas, semakin pandai, semakin tinggi kemampuan logika seseorang semakin canggih pula tingkat kenyinyirannya.

Mungkin kalau yang nyinyir itu ada di hadapan kita, bisa langsung kita tampar mulutnya. Lha kalo suara nyinyir itu ada di dalam diri kita sendiri dan menyinyiri tiap rencana perbaikan diri kita gimana? Kalimat yang biasa muncul dari Miss Nyinyir antara lain, “ah itu terlalu sulit”, “ngapain buang-buang waktu” “cengeng kamu, gitu aja nangis.”

Cara untuk ngeles kenyinyiran adalah dengan meningkatkan level kepercayaan pada diri sendiri. Bahwa sekecil apapun usaha kita pasti akan berguna. Mungkin memang tak sempurna, tapi apa salahnya mencoba. Tiap kali suara nyinyir itu muncul, katakan dengan tegas pada hatimu, “Salah atau benar, sukses atau gagal yang penting aku sudah berusaha.”

Secara teknis, untuk melawan sifat nyinyir dalam diri kita setidaknya ada tiga cara. Pertama, buatlah target-target sederhana tentang apapun saja dalam hidup kita, lalu selesaikan. Tidak usah terlalu risau dengan hasilnya, atau komentar orang lain tentang pencapaian kita. Tanggung jawab kita yang pertama dan utama adalah kepada hati kita sendiri. Bukan kepada orang lain, bukan kepada pacar, bukan kepada saudara, bukan kepada guru, bahkan ekstrimnya bukan orang tua biologis. Tentu saja itu bukan berarti saya mengajarkan menentang semua nasehat mereka.

Kedua, jadilah orang yang hidup di sini dan saat ini. Seringkali kenyinyiran itu datang dengan mengingatkan kita pada kegagalan pada masa lalu atau menakut-nakuti dengan bayangan kegagalan di masa depan. Oleh karena itu kita harus melawannya dengan hidup pada saat ini. Bill Keane yang orang bule bilang, “Yesterday is history, tomorrow is a mistery. But today is a gift of God, which is why we call it the present. Ya, hiduplah pada saat ini, karena saat ini adalah present, adalah hadiah dari Tuhan. Jangan sia-siakan.

Ketiga, ajaklah hatimu bicara. Seringkali orang yang kuat di logika cenderung menganggap remeh atau nyinyir pada perasaan. Mereka pikir menjadi orang perasa, dikit-dikit pakai hati, adalah orang yang mentalnya lemah dan mudah mengalah. Orang-orang dengan kemampuan logika berlebih hidupnya cenderung kaku dan mudah stress karena segala sesuatu dipikir dan harus ada penjelasan logisnya. Mereka menganggap apa yang mereka rasa itu tidak penting. Orang-orang jenis ini akan kesulitan menjawab ketika ditanya apa yang membuatmu senang atau apa yang membuatmu sedih. Karena menurut mereka emosi itu sifatnya sangat pribadi dan tidak penting untuk diungkapkan. Padahal ada hal-hal yang hanya bisa dipahami dengan rasa bukan dengan logika.

Berkaitan dengan poin pertama, selalu ajak bicara dirimu. Ketika target kita berhasil tercapai, ucapkan terima kasih pada diri sendiri yang telah berusaha. Ketika target kita meleset dari rencana, jangan sungkan-sungkan meminta maaf pada diri kita sendiri. Percaya atau tidak saya sering berkata yang hanya telinga saya sendiri yang mendengar, “Thank you myself for your hardwork today” atau “Forgive me myself that I still miss her, but I promise I will let this feeling flow.”

Bahagia itu Sederhana | @31HariMenulis

Relasi antara laki-laki dan perempuan itu sebagian besar berkutat pada kemauan. Kadang kita mau tapi dia-nya nggak mau. Kadang ada yang mau sama kita, kita-nya yang nggak mau. bahkan tidak jarang kita dan dia sudah sama-sama mau tapi orang tuanya yang nggak mau.

 

Tapi hari ini merasa bahagia. Karena hari ini pertama kalinya dalam hidup ada orang yang kucintai dan dia juga mencintaiku (katanya).

Pripun Kabare Mbah (Suharto)? | @31HariMenulis

Hari ini (8/06) adalah hari kelahiran Presiden RI kedua yaitu M. Soeharto. Beberapa media memberitakan sebagai peringatan haul. Istilah haul, di kalangan Islam kultural, digunakan untuk peringatan 1 tahun dari tanggal kematian seseorang. Tapi media salah kaprah. ya sudahlah. tidak usah heran.

Tahun 2013 ini seharusnya merupakan ulang tahun Suharto yang ke 92, sekaligus tahun ke 5 dari tahun kematiannya. Sampai sekarang orang masih bingung dan berdebat tentang status suharto. Apakah ia termasuk orang baik atau orang jahat? Padahal sudah 5 tahun Suharto meninggal sejak 27 Januari 2008. Sudah 15 tahun sejak mengundurkan diri dari jabatan presiden karena tekanan Reformasi. Salah satu agenda reformasi sendiri adalah mengadili Suharto dan kroni-kroninya. Tapi sampai sekarang, tak pernah jelas status hukumnya.

kaos soehartoKemudian akhir-akhir ini kita sering melihat poster, stiker, atau bahkan spanduk bergambar wajah Suharto yang sedang tersenyum. di samping foto ada tulisan “Piye kabare? Isih penak jamanku to?” atau kalimat lain dengan gaya dan nada sejenis yaitu menanyakan kabar Indonesia sekarang dan memperbandingkan dengan kemudahan hidup di jaman Orde Baru. Indikator kemudahan hidup yang dimaksud sangatlah sederhana yaitu harga-harga kebutuhan pokok yang murah.

piye kabare?Kemunculan Piye Kabare dari Suharto itu sebenarnya berawal dari keisengan penduduk Indonesia yang berlebih daya kreativitasnya, berupa grafiti di bak belakang truk atau pick-up. waktu itu fenomena itu dianggap keisengan belaka. tetapi belakangan poster, spanduk, dan stiker gambar Suharto dengan kalimat “Piye Kabare” semakin marak. Bahkan di perempatan lampu merah di jalan-jalan besar ada juga yang memperdagangkan (atau membagikan?). Jika itu diperdagangkan, berarti memang ada pasarnya, ada yang mau membelinya. artinya banyak juga warga yang diam-diam atau terang-terangan merindukan Orde Baru. Di sinilah keresahan muncul. fenomena tersebut bagi sebagian kalangan dianggap sebagai upaya sistematis untuk mengantarkan kembalinya kekuatan-kekuatan Orde Baru di masa lalu.

Untuk melawan wacana romantisme Orde Baru, beberapa kelompok membuat poster serupa tetapi dengan kalimat yang bernada sebaliknya.

piyekabare.com

Poin penting yang ingin saya sampaikan di sini adalah, sampai sekarang kita, manusia Indonesia pada umumnya, tidak punya parameter yang jelas tentang kebaikan atau keburukan orang. Bangsa kita berkali-kali tertipu oleh citra belaka. pilihannya hanya ada dua, pahlawan atau penjahat. Jika seseorang sudah dicitrakan baik, orang beramai-ramai memujanya. Begitu pula sebaliknya. di sini media massa menjadi instrumen penting yang menaikkan atau menurunkan pamor seseorang.

Pertanyaan lebih mendasar dan manusiawi yang bisa kita ajukan tentang Pak Harto adalah apakah Pak Harto termasuk khusnul khotimah?

Terus terang saya sendiri awalnya bertanya-tanya ketika ada seorang teman yang bisa maneges (berkomunikasi dengan arwah) mengatakan bahwa Pak Harto di alam barzakh sana kondisinya baik-baik saja. Lho? kok tidak disiksa seperti dulu digambarkan komik-komik Siksa Kubur yang sadis? Kekejaman, penindasan, penculikan, penyiksaan, dan pembunuhan terhadap warga sipil dalam beragam operasi militer yang dia lakukan selama 32 tahun berkuasa masak tidak berbekas apa-apa di alam kubur sana?

Sampai akhirnya saya mendengar cerita langsung dari Cak Nun tentang bagaimana upaya Pak Harto untuk mengakhiri hidupnya secara khusnul khotimah. Sejak pengunduran dirinya sebagai presiden RI, Suharto memutuskan untuk Madheg Pandhito (menjalani hidup sebagai pandito, orang tua yang bijak). Dalam pidato pengunduran dirinya pun disebutkan bahwa setelah tidak lagi menjadi presiden dia akan lebih mendekatkan diri pada Tuhan dan merawat anak cucunya.

Paskapengunduran diri tersebut, tokoh-tokoh yang dianggap reformis sibuk menghujat dan menuntut agar Suharto segera diadili. Tapi sampai berbulan-bulan hujatan itu hanya nyaring di media massa. dalam pelaksanaannya tidak ada pejabat negara yang benar-benar punya nyali mengeksekusi. Ketidakjelasan status hukum ini tidak saja membuat bangsa kita tidak bisa move on, masalah selalu dibiarkan menggantung tanpa penyelesaian, tetapi juga membuat Suharto sendiri seperti terpenjara secara sosial dan psikologis. Suharto berkepentingan juga untuk mendapatkan kejelasan statusnya.

Melihat ke-ingah-ingih-an dan kepengecutan para pejabat negara, Cak Nun menawarkan kepada Suharto untuk mengambil inisiatif melakukan ikrar khusnul khotimah. suatu pernyataan sebagai manusia yang percaya pada Tuhan untuk meminta maaf dan mempertanggungjawabkan segala perbuatan yang pernah dilakukan. Logikanya sederhana, bahwa terhadap dosa-dosa yang berhubungan dengan sesama manusia, Tuhan tidak akan mengampuni sebelum manusia yang kita salahi memaafkan kita.

waktu itu memang sangat tidak mungkin bagi Suharto untuk mendapatkan kepercayaan dari siapapun di Indonesia. Semua pihak nyingkiri, berlomba-lomba menghujat, atau setidaknya tidak ingin terlihat dekat dengan Suharto. Cak Nun menyampaikan pada Suharto kira-kira begini

“Pak Harto sekarang ini Sampeyan bicara apa saja di forum apa saja dan di media mana saja tak akan dipercaya siapapun. Tapi masih ada satu forum yang terbuka bagi Pak Harto. Yakni Forum Ikrar Khusnul Khatimah (akhir yang baik), Pak Harto bertekad untuk membayar semua dosa dan memastikan mengakhiri sisa kehidupan dengan kebaikan-kebaikan”.

Pak Harto menyetujui rencana itu. Cak Nun kemudian membuatkan draft naskah ikrar yang akan dibacakan dan ditanda-tangani sendiri oleh Suharto. Redaksi naskah itu merupakan hasil obrolan Cak Nun dengan Suharto yang berisi empat butir janji yaitu

  1. Bahwa saya, Suharto bersumpah tidak akan pernah menjadi Presiden Republik Indonesia lagi.
  2. Bahwa saya, Suharto bersumpah tidak akan pernah turut campur dalam setiap proses pemilihan Presiden Republik Indonesia.
  3. Bahwa saya Suharto bersumpah siap dan ikhlas diadili oleh Pengadilan Negara untuk mempertanggungjawabkan segala kesalahan saya selama 32 tahun menjadi Presiden Republik Indonesia.
  4. Bahwa saya Suharto bersumpah siap dan ikhlas mengembalikan harta rakyat yang dibuktikan oleh Pengadilan Negara.

Setelah berunding tentang waktu dan tempat pembacaan ikrar tersebut, Cak Nun memberikan sejumlah bacaan untuk Pak Harto wiridkan. rencananya ikrar itu akan dibacakan pada tanggal 14 Februari 1999 di masjid Baiturrahim di kompleks DPR/MPR.

Namun, karena kebencian manusia Indonesia sudah sedemikian rupa terhadap Orde Baru, wa bil khusus ila Suharto, rencana tersebut justru menjadi bahan olok-olokan. Media massa menyebut rencana ikrar tersebut dengan istilah Taubatan Nasuha, dan Cak Nun dianggap sebagai orang yang mencari muka dan menjilat Cendana.

Akhirnya Cak Nun membatalkan acara tersebut. Tokoh-tokoh reformasi, pengamat politikm dan bangsa ini tak benar-benar serius memperbaiki keadaan. kepada Suharto, Cak Nun meminta agar tetap tinggal di rumah saja, tak usah berangkat, wiridan di rumah saja cukup. Sementara kepada media massa Cak Nun berkata,

“Saudara-saudara, acara Ikrar Khusnul Khatimah saya batalkan, saya minta Pak Harto tak usah datang. Saya akan mempertimbangkan akan melaksanakan acara itu atau tidak nanti sesudah Anda dan para Pendekar Republik menyeret Pak Harto ke Pengadilan. Saya menyiapkan satu jari-jari saya untuk dipotong kalau sampai terjadi Pak Harto duduk di kursi terdakwa Pengadilan Negara Republik Indonesia.”

***

Berbuat salah dan dosa itu sangat manusiawi. yang membuatmu berbeda adalah apa yang kamu lakukan setelah menyadarinya. Apakah kau akan mengakui kesalahanmu lalu belajar untuk memperbaikinya atau kau akan memantati Tuhanmu dengan mengulangi kesalahan itu secara sadar.

Sebagai penguasa, Suharto pasti punya banyak salah, ketidaktepatan kebijakan sehingga merugikan rakyatnya. Sebagai pemimpin selama 32 tahun pastilah ada barang satu atau dua kebijakan yang baik, setidaknya ia memiliki visi kemajuan untuk rakyatnya. Pada akhirnya sebagai manusia, ia mengakui kesalahan dan serius ingin menebusnya demi ampunan Tuhan. Sayangnya, manusia Indonesia masih perlu banyak belajar menjadi manusia.

referensi:

http://www.maiyah.net/2012/05/selamat-tinggal-pak-harto.html

http://www.maiyah.net/2012/11/soeharto-si-duda-kembang.html

#SurvivalSkill 1: WC Sejuta Umat | @31HariMenulis

Ceritanya seharian ini saya nyaris 24 jam ga mandi. Sejak kemarin pompa air di kontrakan tidak berfungsi. Mesinnya nyala tapi tak ada air yang dibawa. Terpaksa deh menggunakan bakat survival yang terpendam.

Mungkin kalau sekadar tidak mandi berhari-hari itu biasa. Masih ada yang seminggu mandi sekali. Yang bikin tidak betah adalah menahan pipis dan BAB. Mungkin juga kalau kondisinya di suatu desa yang masih alami dan memiliki sungai yang jernih, kita bisa menuntaskan hajat di sungai. Kalau kondisinya di perkotaan ramai, dijamin susah mencari fasilitas alami untuk menyembuhkan HIV (Hasrat Ingin Vivis). Berikut ini beberapa tips survival menghadapi kondisi sulit air.

1. Perbanyak persediaan tissue
Selalu sedia tissue, baik tisu kering atau basah. Tissue kering bisa kita gunakan untuk bersuci setelah pipis. Meskipun tidak bisa untuk menghilangkan bau pesing yang ditinggalkan. Sedangkan tissue basah njagani buat yang tidak bisa menggunakan WC kering. Namanya cebok ya harus basah, tissue basah setidaknya bisa ngayemke ati. Tissue basah juga bisa kita gunakan untuk mandi darurat. Ketika masa aktif mandi kita sudah habis. Bau badan sudah tak bisa ditahan lagi. ‘Mandilah’ pakai tisu basah dengan cara sibin, mengusap seluruh anggota badan dengan tisu/sapu tangan basah.

2. Baik-baiklah dengan tetangga dekat
Di dalam ajaran agama bab bertetangga, kita dianjurkan untuk mendahulukan jaar dzil qurba (tetangga dekat) dari pada shohibi bil janbi (saudara jauh. Artinya jika kita ingin berbagi rejeki tetapi jumlahnya terbatas, dahulukan tetangga terdekat dulu baru yang masih ada hubungan saudara tetapi jauh secara fisik. Ternyata ada benarnya anjuran itu. Alasannya tetangga terdekatmu itu yang berpotensi untuk menolongmu pertama kali ketika kamu butuh bantuan. Ketika air di kontrakanmu habis, sementara kamu sudah sangat kebelet pipis, ya numpang di WC tetangga adalah solusinya.

3. Lakukan pemetaan mushola/masjid, pom bensin, atau terminal terdekat
Bukan pengembara atau backpacker namanya kalau tidak peka terhadap keberadaan WC milik sejuta umat. Yang termasuk kategori WC sejuta umat antara lain mushola/masjid, pom bensin, dan terminal. Di sana kita bisa numpang pipis atau BAB kapan saja. Biasanya tiap kali buang hajat, kita ditarik uang kebersihan barang seribu dua ribu. Sebenarnya itu fasilitas umum dan gratis, tapi seringkali ada oknum petugas kebersihan yang ngetem di pintu keluar WC. Jadi pengguna akan otomatis merasa tidak enak kalau tidak ngasih uang. Kalau mau gratis ya di masjid. meskipun sebaiknya kita tetap nyemplungi kotak infak. Masjid bagi kalangan pejalan malah lebih identik dengan tempat mampir pipis dari pada tempat sholat.

Seperti yang saya lakukan semalam, saya menunggu 30 menit setelah jamaah isya’ bubar, saya pergi ke masjid Uswatun Hasanah di jalan Kaliurang km 6. Sebenarnya di sekitar masjid merupakan asrama mahasiswa, tetapi malam tadi lumayan sepi. Jadi saya bisa leluasa mandi dan cuci CD dua biji. hehe

Catatan untuk (Calon) Da’i Muda Kampus | @31HariMenulis

Pagi tadi saya dipercaya untuk berbagi ilmu kepada calon Da’i Muda Kampus pada kegiatan Pembinaan Da’i Muda Kampus: Optimalisasi Potensi Mahasiswa untuk Pemberdayaan Masyarakat. Acara ini digagas oleh jurusan Sastra Asia Barat FIB UGM dengan mengundang beberapa aktivis mushola atau lembaga dakwah kampus di berbagai fakultas. Utamanya adalah mereka yang akan mengikuti program KKN bulan depan.

Biasanya dalam KKN, mahasiswa harus menjadi mahasiswa multitalenta dan serbabisa. Masyarakat tidak mau tahu apa jurusan kuliah kita, apa yang kita pelajari di kampus. Masyarakat hanya tahu mahasiswa adalah orang pinter. Mahasiswa KKN adalah sumber daya yang harus dimanfaatkan. Termasuk urusan ceramah atau kultum. Paling minim, jadi guru TPA bagi anak-anak kampung. Padahal tidak semua mahasiswa ngajinya lancar.

Saya kebagian materi pertama yaitu public speaking. Bu Zulfa beberapa hari sebelumnya berpesan khusus agar materinya dirancang sedemikian rupa sehingga peserta jadi semangat dan betah. Sebenarnya juga karena di antara para pemateri lainnya, saya mungkin yang paling muda makanya diplekotho.*seniorselalubenar

Di sini saya tidak akan menceritakan materi presentasi saya. Bila rekan-rekan menginginkan sila pelajari atau unduh di sini. Saya hanya akan membahas sedikit dari sesi tanya jawab. Ada beberapa pertanyaan yang menurut saya menarik untuk dibahas.

  1. Kadang yang namanya penceramah bisa juga salah yang kemudian membuat masyarakat kurang respek pada pembicara. Bagaimana memperbaiki kesalahan tersebut?
  2. Sebagai Da’i, kita dituntut atau setidaknya diharapkan bisa memberikan pengetahuan tentang agama.
  3. Bagaimana jika kita blank (mendadak lupa materi) di tengah-tengah kita ceramah? Padahal kita tidak bisa sembarangan dalam menyampaikan masalah keagamaan.
  4. Bolehkah kita mendoktrin masyarakat tentang suatu ajaran?

Jawaban dari pertanyaan pertama. Langkah pertama memperbaiki kesalahan adalah mengakui adanya kesalahan. Jika kita sebagai pembicara tidak mau mengakui bahwa ada yang salah dalam penyampaian kita, jamaah pun akan kehilangan respeknya pada kita. Kalaupun misalnya kita tahu bahwa pandangan kita lebih benar dari pandangan orang awam, tetaplah minta maaf dengan mengatakan mungkin CARA kita menyampaikan sesuatu itu yang salah. Tidak ada salahnya kita bersikap merendah kepada jamaah. Lagipula orang yang meminta maaf belum tentu dialah pihak yang bersalah.

Untuk jawaban pertanyaan kedua, kita harus cermat dan adil dalam melihat segala sesuatu sesuai porsinya. Agama tidak hanya berupa dalil, ayat, atau hadist saja. Agama juga bukan melulu soal ibadah formal berupa sholat, zakat, wirid, dan lain sebagainya. Apakah menurutmu bicara tentang mesin produksi tidak berhubungan dengan agama? Apakah bicara tentang kebersihan, gotong royong, menjaga kebersihan, merawat kerukunan dan toleransi antarwarga bukan merupakan bagian dari agama?

Agama adalah jalan hidup dan cara kita menyikapi segala sesuatu. Kita menyingkirkan batu dari tengah jalan yang berpotensi membahayakan pengguna jalan yang lain itu bisa bermakna spiritual. Kita kampanye go green, merawat lingkungan itu juga bagian dari misi kekhalifahan manusia untuk merawat/mengolah alam semesta. Bahkan kita menggalang dukungan untuk merawat kucing liar, anjing kurap di jalanan itu juga bisa dimaknai secara agama. Bukankah pernah ada seorang pelacur yang masuk surga gara-gara mendahulukan jatah minumnya untuk anjing yang ia temui di pinggir sumur. Ia ambil air dengan selop sepatunya lalu diminumkan ke anjing tersebut. Setelah itu ia meninggal dunia tanpa sempat minum untuk dirinya sendiri..

Jadi, jika kita tidak hafal ayat quran atau hadist, tidak perlu minder. Kalau memang tidak PD dengan bacaan arab kita ya ga usah pakai bahasa arab. Kita bukan penutur bahasa Arab kok. Dalil itu tidak hanya yang tersurat tetapi juga yang tersirat. Begitu banyak ayat yang tersirat dalam hamparan semesta, gunakan saja. Jika tiba-tiba blank, tidak ingat ayat singkat yang sudah kita hafal, ya sudah ga usah dipaksa. Bicara saja dengan bahasa sehari-hari.  Bicaralah tentang topik atau fenomena masyarakat sehari-hari tetapi dengan kesadaran bahwa itu kita kerangkai dalam konteks ajaran agama.

Kemudian soal doktrin, lho kita ini siapa? Buat apa mereka didoktrin?

Kita bisa berangkat dari nama acara ini yaitu pembinaan Dai Muda. Anda semua ini dianggap sebagai calon Da’i. Dai itu dari bahasa apa? Artinya apa? Dai itu dari bahasa arab. Akar katanya adalah Da’ayad’u artinya menyeru, memanggil, atau mengajak. Pelakunya disebut Da’i. Dari istilah bahasanya saja Da’i tidaklah tepat jika melakukan doktrinasi. Cobalah kita setia pada makna dari kata-kata yang kita gunakan. Kalau mengaku da’i tugas kita, tanggung jawab kita ya sebatas MENGAJAK bukan menyuruh, memerintah, apalagi memaksa orang lain untuk mengikuti kebenaran yang kita yakini. Seorang da’i memang harus yakin dalam menyampaikan kebenaran, tetapi juga perlu dilengkapi dengan sikap rendah hati.

Allahu a’lam bisshawab